COR PULMONAL
Di susun oleh : taufan
N.P.M : 09.01.1637
1. DEFINISI
Cor Pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana terdapat hipertrofi dan atau dilatasi dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang disebabkan oleh penyakit intrinsik dari parenkim paru, dinding thoraks maupun vaskuler paru.
2. ETIOLOGI
Etiologi dtri CP secara garis besar dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
a. Penyakit Parenkim Paru, Penyakit Paru Obstruktif Menahun (merupakan penyebab tersering CP kronis), Bronki Ektasis, Sistik Fibrosis, penyakit Paru Restriktif, Pneumokoniosis, Sarcoidosis.
b. Kelainan Dinding Thoraks dan otot pernapasan, Kiposkoliosis, Amiotrofik Lateral Sclerosis, Miastenia Gravis.
c. Sindroma Pickwikian dan Sleep Opnea.
d. Penyakit Vaskuler Paru, Emboli paru berulang atau emboli paru pasif, emboli paru yang masih pasif merupakan penyebab tersering dari CP akut sedangkat emboli paru berulang dapat menyebabkan CP Kronis, Hipertensi Pulmonal primer, Anemia sel sabit, Schistosomiosis, Skleroderma.
3. MANIFESTASI UMUM
Istilah ”cor pulmonale” menggambarkan hipertrofi ventrikel kanan yang akhirnya menyebabkan gagal jantung karena penyakit paru dan hipoksia yang menyertai. Gambaran klinisnya tergantung pada penyakit primernya juga pengaruhnya terhadap jantung.
Cor pulmanale terutama disebabkan oleh penyakit paru obstruksi kronis. Penyebab lainnya yang jarang adalah pneumokoniosis, fibrosis paru, kifoskoliosis, hipertensi pulmonal primer, emboli paru berulang baik subklinis maupun klinis, sindrom Pickwickian, schitosomiasis, dan infiltrasi kapiler paru obliteratif atau infiltrasi limfatik dari metastase karsinoma.
Gejala- gejala pokok penyakit paru- paru muncul, termasuk batuk- batuk dengan dahak, sesak nafas, bengek, pembesaran jantung, dan gagal jantung.
4. MANIFESTASI KLINIS
Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antarasatu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan CP.
a. CP akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
b. CP dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak sputum).
c. CP dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika beraktifitas (exertional syncope).
d. CP dengan kelainan jantung kiri : sesak napas, ortopnea, paroxymal nocturnal dyspnea.
e. CP dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah.
f Gejala predominan cor pulmonale yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan.
Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
a. Tanda- tanda cor pulmonale misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.
b. Gejala- gejala tambahan ialah:
- Sianosis
- Kurang tanggap/ bingung
- Mata menonjol
Berdasarkan stadium :
1. Stadium kompensata diagnosa agar sukar:
- Batuk- batuk berdahak,
- Sesak nafas waktu kerja,
- Bunyi P2 mengeras (tanda tekanan sirkulasi kecil meninggi),
- Pulsasi- pulsasi dio epigastrium (tanda hipertrofi ventrikel kanan)
2. Stadium dekompensata:
- TVJ meninggi,
- Desah sistole SI5 kanan (insufisiensi tricuspidal relatif)
- Hepar membesar
- Edema
- Asites
5. PATOFISIOLOGI
a. Cor Pulmonal Acut
Pada emboli paru yang pasif terjadi obstruksi akut yang luas pada pembuluh darah paru. Akibatnya adalah :
- Tahanan Vaskuler paru meningkat
- Hipoksia akibat pertukaran gas di tengah kapiler – alveolar yang terganggu hipoksia tersebut akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteri paru.
Tahanan vaskuler paru yang meningkat dan vasokontriksi menyebabkan tekanan pembukuh darah arteri paru meningkat (hipertensi pulmonal).
Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu yang cukup bagi ventrikel kanan untuk berkompensasi, sehingga terjadilah kegagalan jantung kanan akut. Gagal jantung kanan mulai terjadi jika tekanan arteri pulmonalis meningkat tiba-tiba melebihi 40-45 mmHg. Gagal jantung kanan akut ditandai dengan sesak napas kebal yang terjadi secara tiba-tiba, curah jantung menurun (low output state) sampai syok, JVP meningkat, liver yang membengkak dan nyeri, dan bising insufisiensi trikuspidalis.
b. Cor Pulmonal Kronis
Seperti yang telah disebutkan, PPOM adalah penyebab tersering CP kronis (lebih dari 50% kasus). Pada penyakit paru kronis maka akan terjadi penurunan vaskuler bed paru, hipoksia, dan hiperkapnia/asidosis respiratorik. Hipoksia dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah arteri paru, demikian asidosis respiratorik. Di samping itu hipoksia akan menimbulkan polisitemia sehingga viskositas darah akan meningkat. Viskositas darah yang meningkat ini pada akhirnya juga akan meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri paru akan meningkat. Jadi adanya penurunan vaskuler bed, hiposia, dan hiperkapnia akan meningkatkan tekanan darah (arteri pulmonal), hal ini disebut hipertensi pulmonal. Adanya hipertensi pulmonal menyebabkan beban tekanan pada ventrikel kanan, sehingga ventrikel kanan melakukan mekanisme kompensasi, berupa hipertrofi dan dilatasi. Jiks mekanisme kompensasi ini gagal maka terjadilah gagal jantung kanan.
6. KOMPLIKASI
a. Emfisema
b. Gagal jantung kanan
c. Gagal jantung kiri
d. Hipertensi pulmonal primer
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. PEMERIKSAAN EKG
- Biasanya menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan dan abnormalitas atrium kanan. Sering pula didapatkan aritmia ventrikuler dan atau supra ventrikuler. Poor progression of R pada sandapan prekordial merupakan tanda yang seringkali disalahartikan sebagai infark miokard lama.
- EKG menunjukkan deviasi aksis ke kanan dan gelombang P lancip. Gelombang S dalam tampak pada lead V6. deviasi aksis kekanan dan voltase rendah dapat tampak pada pasien dengan emfisema paru. Hipertrofi ventrikel kanan jarang kecuali pada ” hipertensi pulmonal primer”. EKG sering menunjukkan infark miokard. Gelombang Q dapat muncul pada lead II, III, dan aVF karena posisi ventrikel jantung., tetapi gelombang Q ini jarang dalam atau dangkal, seperti pada infark miokard. Aritmia supraventrikuler sering muncul tetapi non spesifik.
- Adanya hipertfofi atrium, ventrikel kanan atau kedua- duanya.
b. PEMERIKSAAN FOTO THORAKS
Tanda yang serimg didapatkan adalah :
1. kelainan pada parenkim paru, pleura maupun dinding thorak tergantung penyakit dasarnya.
2. Pelebaran trunkus pulmonalis pada daerah hilus disertai penurunan gambaran vaskuler paru drastis di daerah perifer, sehingga menimbulkan gambaran pohon gundul (pruned tree).
3. Pembesaran ventrikel kanan.
4. Pelebaran Vena Cava Superior.
5. Jika ada emphysema maka diafragma agak rendah, conus pulmonalis melebar
c. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pada penderita CP pemeriksaan fungsi paru menunjukkan kelainan restriktif atau obstruksi berat (atau gabungan keduanya). Pemeriksaan AGD dapat menunjukkan adanya hipoksia dan atau hiperkapnia/asidosis respiratorik. Pada beberapa penderita CP AGDnya normal pada saat istirahat, tetapi pada saat istirahat, tetapi pada saat beraktifitas pemeriksaan AGDnya menunjukkan adanya hipoksiaberat disertai hiperkapnia, hal ini membuktikan bahwa etiologi sesak napasnya adalah kelainan paru.
2. Pada penderita CP dengan hipoksia yang bermakna (saturasi oksigen arterial 90%) seringkali menderita polisitemia.
3. Polisitemia (hemoglobin dan eritrosit meninggi) akibat PPOM (Penyakit Paru Obstruksi Menahun). Saturasi oksigen kurang dari 85%; PCO2 dapat meningkat atau normal.
4. Faal paru menurun, yaitu:
- F.V.C. berkurang (N = 5,80 L)
- F. E. V1 berkurang (N = 4,32 L)
5. Analisa gas darah:
- PO2 kurang dari 6o mmHg
- PCO2 lebih besar dari 49 mmHg
- pH darah rendah
- Waktu sirkulasi stadium dekompensata akan memanjang
d. PEMERIKSAAN EKOKARDIOGRAFI
Pemeriksaan ini sangat menunjang diagnosis CP. Tetapi pada penderita CP dengan PPOM sebagai penyakit dasarnya, seringkali sulit untuk mendapatkan gambar ekokardiografi tampak adanya pembesaran (dilatasi) ventrikel kanan, tanpa adanya kelainan
struktur pada jantung kiri. Pada pemeriksaan M mode, katup pulmonal menunjukkan tanda hipertensi pulmonal. Pemeriksaan ekokardiografi dengan Doopler dan atau dengan Color Mapping dapat ditunjukkan adanya regurgitasi trikuspidalis dan katup pulmonal.
e. RONTGEN DADA
Radiografi dada menyingkirkan ada tidaknya penyakit parenkim paru dan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang menonjol atau membesar.
f. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tes fungsi paru biasanya dapat mengkonfirmasi penyakit paru yang mendasari. Ekokardiogram diharapkan menunjukkan ukuran dan fungsi ventrikel kiri normal tetapi ventrikel kanan dilatasi. Scan paru perfusi jarang memberikan manfaat, jika negatif dapat untuk menyingkirkan emboli paru, suatu penyebab cor pulmonale yang cukup sering. Angiografi pulmoner merupakan metode diagnosis yang paling spesifik untuk adanya emboli paru, tetapiu cara ini meningkatkan risiko jika dilakukan pada pasien dengan hipertensi pulmonal.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Terapi ditujukan pada proses- proses paru yang menyebabkan gagal jantung kanan. Pemberian oksigen, pembatasan garam dan cairan, dan diuretik tetap dilakukan; digitalis tidak diperlukan untuk gagal jantung kanan kecuali jika ada fibrilasi atrial.
b. Istirahat
c. Atasi infeksi saluran nafas
d. Memperbaiki ventilasi
e. Bronkodilator
f. Aspirasi sekret bronkus
g. O2 (1- 3 1/m)
h. Jika dekompensasi diberikan; digitalis, diuretik, dan diet yang rendah garam. Pemberian digitalis harus berhti- hati, karena dalam keadaan hipoksia, dan kalium yang rendah mudah terjadi, sehingga mudah terjadi asidosis respiratorik dan alkalosis metabolik, dan bahaya intoksikasi lebih besar.
i. Antibiotik sering diberikan, dan dalam keadaan terpaksa juga diberikan oksigen dengan alat pernafasan khusus supaya oksigen cukup didalam darah
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Fokus
- Klien mengeluh demam
- Klien mengeluh lemah
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
- Penurunan berat badan
- Klien mengeluh berkeringat pada malam hari
- Klien mengungkapkan nyeri dada saat batuk
- Peningkatan suhu tubuh
- Klien mengatakan batuk yang menetap
- Klien mengungkapkan kadang batuk disertai darah
- Batuk dengan menghasilkan sputum mukoid dan mukopurulen.
- Klien mengeluh sesak
- Hemoptisis
- Terdapat bakteri M. Tuberculosis pada pemeriksaan sputum.
- Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan yang abnormal
- Takikardi
- Terdengar bunyi napas Ronchi saat auskultasi
2. Klasifikasi Data
Data Subyektif Data Obyektif
- Klien mengeluh demam
- Klien mengeluh lemah
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
- Klien mengeluh berkeringat pada malam hari
- Klien mengungkapkan nyeri dada saat batuk
- Klien mengeluh sesak
- Klien mengungkapkan kadang batuk disertai darah
- Klien mengatakan batuk yang menetap - Hemoptisis
- Terdapat bakteri M. Tuberculosis pada pemeriksaan sputum.
- Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan yang abnormal
- Takikardi
- Penurunan berat badan
- Peningkatan suhu tubuh
- Batuk dgn menghasilkan sputum mukoid & mukopurulen.
- Terdengar bunyi napas Ronchi saat auskultasi
3. Analisa Data
No Simptom Etiologi Problem
1 DS :
- Klien mengungkapkan nyeri dada saat batuk
- Klien mengeluh sesak
- Klien mengatakan batuk yang menetap
- Klien mengungkapkan kadang batuk disertai darah
DO :
- Terdapat bakteri M. Tuberculosis pada pemeriksaan sputum.
- Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan yang abnormal
- Batuk dengan menghasilkan sputum mukoid dan mukopurulen.
- Hemoptisis
- Terdengar bunyi napas Ronchi saat auskultasi Penyebaran reaksi paru ke Bronkus&trakea
Produksi mukus meningkat
Penumpukan sekresi mukus pada jalan napas
Bersihan jalan napas tidak efektif Bersihan jalan napas tidak efektif
2. DS : -
DO : - Batuk
Ketidak patuhan trhdp teknik pencegahan penyebaran infeksi
Pemaparan trhdp lingkungan sekitar
Resiko tinggi penyebaran infeksi Resiko tinggi penyebaran infeksi
3. DS :
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
- Klien mengeluh lemah
DO :
- Penurunan brt badan Penumpukan sekresi mukus
Nafsu makan berkurang
Intake nutrisi inadekuat
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Nutrisi kurang dri kebtuhan tubuh
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan napas tak efektif, berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan napas yang ditandai dengan :
DS :
- Klien mengungkapkan nyeri dada saat batuk
- Klien mengeluh sesak
- Klien mengatakan batuk yang menetap
- Klien mengungkapkan kadang batuk disertai darah
DO :
- Terdapat bakteri M. Tuberculosis pada pemeriksaan sputum.
- Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan yang abnormal
- Batuk dengan menghasilkan sputum mukoid dan mukopurulen.
- Hemoptisis
- Terdengar bunyi napas Ronchi saat auskultasi
2. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan ketidak patuhan terhadap teknik pencegahan penyebaran infeksi..
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan berkurang, yang ditandai dengan :
DS :
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
- Klien mengeluh lemah
DO :
- Penurunan berat badan
C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan Jalan napas tak efektif, berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan napas.
Tujuan:
Klien dapat menunjukan perilaku memperbaiki/mempertahankan bersihan jalan napas efektif, dengan kriteria :
- Dyspnea berkurang/hilang
- Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan normal
- Bunyi napas normal
Intervensi :
a. Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas, kecepatan, irama, dan kedalaman pernapasan.
Rasional:
Sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan sekret. Catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional:
Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal, memerlukan intervensi lebih lanjut.
c. Ajarkan pasien napas dalam dan batuk efektif.
Rasional:
Ventilasi maksimal membuka are atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar untuk dikeluarkan.
d. Lakukan penghisapan lendir.
Rasional:
Penghisapan diperlukan jika pasien tidak mampu mengeluarkan sekret sendiri.
e. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
Rasional:
Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, memudahkan mengeluarkan sekret.
f. Beri obat-obatan (Agen mukolitik, bronkhodilator) sesuai indikasi.
Rasional:
Agen mukolitik menurunkan kekentalan sekret dan bronkhodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkial.
2. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan ketidakpatuahan terhadap teknik pencegahan penyebaran infeksi
Tujuan :
Klien mampu mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi, dengan kriteria :
- Klien mempraktekkan teknik mencegah/mengurangi resiko penyebaran infeksi dalam melakukan ADLnya.
- Penyebaran infeksi pada orang terdekat tidak terjadi
Intervensi :
a. Kaji dan jelaskan pada pasien tentang patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menyanyi.
Rasional:
Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program/teknik pencegahan penyebaran infeksi.
b. Anjurkan pasien untuk menggunakan tisu saat batuk/bersin, membuang tisu sekali pakai, menghindari meludah dan mencuci tangan dengan baik.
Rasional:
Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.
c. Tekankan pentingnya mematuhi program pengobatan.
Rasional :
Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
d. Berikan agen anti infeksi sesuai indikasi.
Rasional:
Membantu mencegah/mengurangi resiko penyebaran infeksi.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan berkurang
Tujuan :
Klien menunjukan pemasukan nutrisi yang adekuat, dengan kriteria :
- Nafsu makan bertambah
- Berat badan normal
Intervensi :
a. Catat status nutrisi pasien dan berat badan pasien.
Rasional:
Sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya.
b. Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/tak disukai.
Rasional:
Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan nutrisi pasien. Pertimbangan keinginan individu dapat meningkatkan masukan diet.
c. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Rasional:
Menurunkan rasa tak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang muntah.
d. Anjurkan pasien makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional:
Memaksimalkan masuakn nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/kebutuhan energi dari makan makanan yang banyak dan menurunkan iritasi gaster.
e. Kolaborasi dengan gizi tentang program pelaksanaan diet.
Rasional:
Membantu dalam menentukan program diet pasien.
KESIMPULAN
Cor Pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana terdapat hipertrofi dan atau dilatasi dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang disebabkan oleh penyakit intrinsik dari parenkim paru, dinding thoraks maupun vaskuler paru.
KRITIK DAN SARAN
Kami sadar di dalam meringkas resume ini masih jauh dari kata sempurna kritik dan saran dari rekan semua sangat di harapkan demi kebaikan kedepan.
SUMBER REFERENSI
Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Doenges, Marylinn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Ketiga. EGC, Jakarta
Fakultas Kedokteran UI. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI,Jakarta
J. Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC : Jakarta
Irman, Somantri.1999. Asuhan Keperawatan pd Pasien dgn Gangguan Sistem Pernapasan.jakarta.
Di susun oleh : taufan
N.P.M : 09.01.1637
1. DEFINISI
Cor Pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana terdapat hipertrofi dan atau dilatasi dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang disebabkan oleh penyakit intrinsik dari parenkim paru, dinding thoraks maupun vaskuler paru.
2. ETIOLOGI
Etiologi dtri CP secara garis besar dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
a. Penyakit Parenkim Paru, Penyakit Paru Obstruktif Menahun (merupakan penyebab tersering CP kronis), Bronki Ektasis, Sistik Fibrosis, penyakit Paru Restriktif, Pneumokoniosis, Sarcoidosis.
b. Kelainan Dinding Thoraks dan otot pernapasan, Kiposkoliosis, Amiotrofik Lateral Sclerosis, Miastenia Gravis.
c. Sindroma Pickwikian dan Sleep Opnea.
d. Penyakit Vaskuler Paru, Emboli paru berulang atau emboli paru pasif, emboli paru yang masih pasif merupakan penyebab tersering dari CP akut sedangkat emboli paru berulang dapat menyebabkan CP Kronis, Hipertensi Pulmonal primer, Anemia sel sabit, Schistosomiosis, Skleroderma.
3. MANIFESTASI UMUM
Istilah ”cor pulmonale” menggambarkan hipertrofi ventrikel kanan yang akhirnya menyebabkan gagal jantung karena penyakit paru dan hipoksia yang menyertai. Gambaran klinisnya tergantung pada penyakit primernya juga pengaruhnya terhadap jantung.
Cor pulmanale terutama disebabkan oleh penyakit paru obstruksi kronis. Penyebab lainnya yang jarang adalah pneumokoniosis, fibrosis paru, kifoskoliosis, hipertensi pulmonal primer, emboli paru berulang baik subklinis maupun klinis, sindrom Pickwickian, schitosomiasis, dan infiltrasi kapiler paru obliteratif atau infiltrasi limfatik dari metastase karsinoma.
Gejala- gejala pokok penyakit paru- paru muncul, termasuk batuk- batuk dengan dahak, sesak nafas, bengek, pembesaran jantung, dan gagal jantung.
4. MANIFESTASI KLINIS
Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antarasatu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan CP.
a. CP akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
b. CP dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak sputum).
c. CP dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika beraktifitas (exertional syncope).
d. CP dengan kelainan jantung kiri : sesak napas, ortopnea, paroxymal nocturnal dyspnea.
e. CP dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah.
f Gejala predominan cor pulmonale yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan.
Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
a. Tanda- tanda cor pulmonale misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.
b. Gejala- gejala tambahan ialah:
- Sianosis
- Kurang tanggap/ bingung
- Mata menonjol
Berdasarkan stadium :
1. Stadium kompensata diagnosa agar sukar:
- Batuk- batuk berdahak,
- Sesak nafas waktu kerja,
- Bunyi P2 mengeras (tanda tekanan sirkulasi kecil meninggi),
- Pulsasi- pulsasi dio epigastrium (tanda hipertrofi ventrikel kanan)
2. Stadium dekompensata:
- TVJ meninggi,
- Desah sistole SI5 kanan (insufisiensi tricuspidal relatif)
- Hepar membesar
- Edema
- Asites
5. PATOFISIOLOGI
a. Cor Pulmonal Acut
Pada emboli paru yang pasif terjadi obstruksi akut yang luas pada pembuluh darah paru. Akibatnya adalah :
- Tahanan Vaskuler paru meningkat
- Hipoksia akibat pertukaran gas di tengah kapiler – alveolar yang terganggu hipoksia tersebut akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteri paru.
Tahanan vaskuler paru yang meningkat dan vasokontriksi menyebabkan tekanan pembukuh darah arteri paru meningkat (hipertensi pulmonal).
Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu yang cukup bagi ventrikel kanan untuk berkompensasi, sehingga terjadilah kegagalan jantung kanan akut. Gagal jantung kanan mulai terjadi jika tekanan arteri pulmonalis meningkat tiba-tiba melebihi 40-45 mmHg. Gagal jantung kanan akut ditandai dengan sesak napas kebal yang terjadi secara tiba-tiba, curah jantung menurun (low output state) sampai syok, JVP meningkat, liver yang membengkak dan nyeri, dan bising insufisiensi trikuspidalis.
b. Cor Pulmonal Kronis
Seperti yang telah disebutkan, PPOM adalah penyebab tersering CP kronis (lebih dari 50% kasus). Pada penyakit paru kronis maka akan terjadi penurunan vaskuler bed paru, hipoksia, dan hiperkapnia/asidosis respiratorik. Hipoksia dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah arteri paru, demikian asidosis respiratorik. Di samping itu hipoksia akan menimbulkan polisitemia sehingga viskositas darah akan meningkat. Viskositas darah yang meningkat ini pada akhirnya juga akan meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri paru akan meningkat. Jadi adanya penurunan vaskuler bed, hiposia, dan hiperkapnia akan meningkatkan tekanan darah (arteri pulmonal), hal ini disebut hipertensi pulmonal. Adanya hipertensi pulmonal menyebabkan beban tekanan pada ventrikel kanan, sehingga ventrikel kanan melakukan mekanisme kompensasi, berupa hipertrofi dan dilatasi. Jiks mekanisme kompensasi ini gagal maka terjadilah gagal jantung kanan.
6. KOMPLIKASI
a. Emfisema
b. Gagal jantung kanan
c. Gagal jantung kiri
d. Hipertensi pulmonal primer
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. PEMERIKSAAN EKG
- Biasanya menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan dan abnormalitas atrium kanan. Sering pula didapatkan aritmia ventrikuler dan atau supra ventrikuler. Poor progression of R pada sandapan prekordial merupakan tanda yang seringkali disalahartikan sebagai infark miokard lama.
- EKG menunjukkan deviasi aksis ke kanan dan gelombang P lancip. Gelombang S dalam tampak pada lead V6. deviasi aksis kekanan dan voltase rendah dapat tampak pada pasien dengan emfisema paru. Hipertrofi ventrikel kanan jarang kecuali pada ” hipertensi pulmonal primer”. EKG sering menunjukkan infark miokard. Gelombang Q dapat muncul pada lead II, III, dan aVF karena posisi ventrikel jantung., tetapi gelombang Q ini jarang dalam atau dangkal, seperti pada infark miokard. Aritmia supraventrikuler sering muncul tetapi non spesifik.
- Adanya hipertfofi atrium, ventrikel kanan atau kedua- duanya.
b. PEMERIKSAAN FOTO THORAKS
Tanda yang serimg didapatkan adalah :
1. kelainan pada parenkim paru, pleura maupun dinding thorak tergantung penyakit dasarnya.
2. Pelebaran trunkus pulmonalis pada daerah hilus disertai penurunan gambaran vaskuler paru drastis di daerah perifer, sehingga menimbulkan gambaran pohon gundul (pruned tree).
3. Pembesaran ventrikel kanan.
4. Pelebaran Vena Cava Superior.
5. Jika ada emphysema maka diafragma agak rendah, conus pulmonalis melebar
c. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pada penderita CP pemeriksaan fungsi paru menunjukkan kelainan restriktif atau obstruksi berat (atau gabungan keduanya). Pemeriksaan AGD dapat menunjukkan adanya hipoksia dan atau hiperkapnia/asidosis respiratorik. Pada beberapa penderita CP AGDnya normal pada saat istirahat, tetapi pada saat istirahat, tetapi pada saat beraktifitas pemeriksaan AGDnya menunjukkan adanya hipoksiaberat disertai hiperkapnia, hal ini membuktikan bahwa etiologi sesak napasnya adalah kelainan paru.
2. Pada penderita CP dengan hipoksia yang bermakna (saturasi oksigen arterial 90%) seringkali menderita polisitemia.
3. Polisitemia (hemoglobin dan eritrosit meninggi) akibat PPOM (Penyakit Paru Obstruksi Menahun). Saturasi oksigen kurang dari 85%; PCO2 dapat meningkat atau normal.
4. Faal paru menurun, yaitu:
- F.V.C. berkurang (N = 5,80 L)
- F. E. V1 berkurang (N = 4,32 L)
5. Analisa gas darah:
- PO2 kurang dari 6o mmHg
- PCO2 lebih besar dari 49 mmHg
- pH darah rendah
- Waktu sirkulasi stadium dekompensata akan memanjang
d. PEMERIKSAAN EKOKARDIOGRAFI
Pemeriksaan ini sangat menunjang diagnosis CP. Tetapi pada penderita CP dengan PPOM sebagai penyakit dasarnya, seringkali sulit untuk mendapatkan gambar ekokardiografi tampak adanya pembesaran (dilatasi) ventrikel kanan, tanpa adanya kelainan
struktur pada jantung kiri. Pada pemeriksaan M mode, katup pulmonal menunjukkan tanda hipertensi pulmonal. Pemeriksaan ekokardiografi dengan Doopler dan atau dengan Color Mapping dapat ditunjukkan adanya regurgitasi trikuspidalis dan katup pulmonal.
e. RONTGEN DADA
Radiografi dada menyingkirkan ada tidaknya penyakit parenkim paru dan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang menonjol atau membesar.
f. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tes fungsi paru biasanya dapat mengkonfirmasi penyakit paru yang mendasari. Ekokardiogram diharapkan menunjukkan ukuran dan fungsi ventrikel kiri normal tetapi ventrikel kanan dilatasi. Scan paru perfusi jarang memberikan manfaat, jika negatif dapat untuk menyingkirkan emboli paru, suatu penyebab cor pulmonale yang cukup sering. Angiografi pulmoner merupakan metode diagnosis yang paling spesifik untuk adanya emboli paru, tetapiu cara ini meningkatkan risiko jika dilakukan pada pasien dengan hipertensi pulmonal.
8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Terapi ditujukan pada proses- proses paru yang menyebabkan gagal jantung kanan. Pemberian oksigen, pembatasan garam dan cairan, dan diuretik tetap dilakukan; digitalis tidak diperlukan untuk gagal jantung kanan kecuali jika ada fibrilasi atrial.
b. Istirahat
c. Atasi infeksi saluran nafas
d. Memperbaiki ventilasi
e. Bronkodilator
f. Aspirasi sekret bronkus
g. O2 (1- 3 1/m)
h. Jika dekompensasi diberikan; digitalis, diuretik, dan diet yang rendah garam. Pemberian digitalis harus berhti- hati, karena dalam keadaan hipoksia, dan kalium yang rendah mudah terjadi, sehingga mudah terjadi asidosis respiratorik dan alkalosis metabolik, dan bahaya intoksikasi lebih besar.
i. Antibiotik sering diberikan, dan dalam keadaan terpaksa juga diberikan oksigen dengan alat pernafasan khusus supaya oksigen cukup didalam darah
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Data Fokus
- Klien mengeluh demam
- Klien mengeluh lemah
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
- Penurunan berat badan
- Klien mengeluh berkeringat pada malam hari
- Klien mengungkapkan nyeri dada saat batuk
- Peningkatan suhu tubuh
- Klien mengatakan batuk yang menetap
- Klien mengungkapkan kadang batuk disertai darah
- Batuk dengan menghasilkan sputum mukoid dan mukopurulen.
- Klien mengeluh sesak
- Hemoptisis
- Terdapat bakteri M. Tuberculosis pada pemeriksaan sputum.
- Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan yang abnormal
- Takikardi
- Terdengar bunyi napas Ronchi saat auskultasi
2. Klasifikasi Data
Data Subyektif Data Obyektif
- Klien mengeluh demam
- Klien mengeluh lemah
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
- Klien mengeluh berkeringat pada malam hari
- Klien mengungkapkan nyeri dada saat batuk
- Klien mengeluh sesak
- Klien mengungkapkan kadang batuk disertai darah
- Klien mengatakan batuk yang menetap - Hemoptisis
- Terdapat bakteri M. Tuberculosis pada pemeriksaan sputum.
- Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan yang abnormal
- Takikardi
- Penurunan berat badan
- Peningkatan suhu tubuh
- Batuk dgn menghasilkan sputum mukoid & mukopurulen.
- Terdengar bunyi napas Ronchi saat auskultasi
3. Analisa Data
No Simptom Etiologi Problem
1 DS :
- Klien mengungkapkan nyeri dada saat batuk
- Klien mengeluh sesak
- Klien mengatakan batuk yang menetap
- Klien mengungkapkan kadang batuk disertai darah
DO :
- Terdapat bakteri M. Tuberculosis pada pemeriksaan sputum.
- Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan yang abnormal
- Batuk dengan menghasilkan sputum mukoid dan mukopurulen.
- Hemoptisis
- Terdengar bunyi napas Ronchi saat auskultasi Penyebaran reaksi paru ke Bronkus&trakea
Produksi mukus meningkat
Penumpukan sekresi mukus pada jalan napas
Bersihan jalan napas tidak efektif Bersihan jalan napas tidak efektif
2. DS : -
DO : - Batuk
Ketidak patuhan trhdp teknik pencegahan penyebaran infeksi
Pemaparan trhdp lingkungan sekitar
Resiko tinggi penyebaran infeksi Resiko tinggi penyebaran infeksi
3. DS :
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
- Klien mengeluh lemah
DO :
- Penurunan brt badan Penumpukan sekresi mukus
Nafsu makan berkurang
Intake nutrisi inadekuat
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Nutrisi kurang dri kebtuhan tubuh
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan napas tak efektif, berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan napas yang ditandai dengan :
DS :
- Klien mengungkapkan nyeri dada saat batuk
- Klien mengeluh sesak
- Klien mengatakan batuk yang menetap
- Klien mengungkapkan kadang batuk disertai darah
DO :
- Terdapat bakteri M. Tuberculosis pada pemeriksaan sputum.
- Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan yang abnormal
- Batuk dengan menghasilkan sputum mukoid dan mukopurulen.
- Hemoptisis
- Terdengar bunyi napas Ronchi saat auskultasi
2. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan ketidak patuhan terhadap teknik pencegahan penyebaran infeksi..
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan berkurang, yang ditandai dengan :
DS :
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
- Klien mengeluh lemah
DO :
- Penurunan berat badan
C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan Jalan napas tak efektif, berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan napas.
Tujuan:
Klien dapat menunjukan perilaku memperbaiki/mempertahankan bersihan jalan napas efektif, dengan kriteria :
- Dyspnea berkurang/hilang
- Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan normal
- Bunyi napas normal
Intervensi :
a. Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas, kecepatan, irama, dan kedalaman pernapasan.
Rasional:
Sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan sekret. Catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional:
Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal, memerlukan intervensi lebih lanjut.
c. Ajarkan pasien napas dalam dan batuk efektif.
Rasional:
Ventilasi maksimal membuka are atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar untuk dikeluarkan.
d. Lakukan penghisapan lendir.
Rasional:
Penghisapan diperlukan jika pasien tidak mampu mengeluarkan sekret sendiri.
e. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
Rasional:
Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, memudahkan mengeluarkan sekret.
f. Beri obat-obatan (Agen mukolitik, bronkhodilator) sesuai indikasi.
Rasional:
Agen mukolitik menurunkan kekentalan sekret dan bronkhodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkial.
2. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan ketidakpatuahan terhadap teknik pencegahan penyebaran infeksi
Tujuan :
Klien mampu mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi, dengan kriteria :
- Klien mempraktekkan teknik mencegah/mengurangi resiko penyebaran infeksi dalam melakukan ADLnya.
- Penyebaran infeksi pada orang terdekat tidak terjadi
Intervensi :
a. Kaji dan jelaskan pada pasien tentang patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menyanyi.
Rasional:
Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program/teknik pencegahan penyebaran infeksi.
b. Anjurkan pasien untuk menggunakan tisu saat batuk/bersin, membuang tisu sekali pakai, menghindari meludah dan mencuci tangan dengan baik.
Rasional:
Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.
c. Tekankan pentingnya mematuhi program pengobatan.
Rasional :
Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
d. Berikan agen anti infeksi sesuai indikasi.
Rasional:
Membantu mencegah/mengurangi resiko penyebaran infeksi.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan berkurang
Tujuan :
Klien menunjukan pemasukan nutrisi yang adekuat, dengan kriteria :
- Nafsu makan bertambah
- Berat badan normal
Intervensi :
a. Catat status nutrisi pasien dan berat badan pasien.
Rasional:
Sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya.
b. Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/tak disukai.
Rasional:
Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan nutrisi pasien. Pertimbangan keinginan individu dapat meningkatkan masukan diet.
c. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Rasional:
Menurunkan rasa tak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang muntah.
d. Anjurkan pasien makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional:
Memaksimalkan masuakn nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/kebutuhan energi dari makan makanan yang banyak dan menurunkan iritasi gaster.
e. Kolaborasi dengan gizi tentang program pelaksanaan diet.
Rasional:
Membantu dalam menentukan program diet pasien.
KESIMPULAN
Cor Pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana terdapat hipertrofi dan atau dilatasi dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang disebabkan oleh penyakit intrinsik dari parenkim paru, dinding thoraks maupun vaskuler paru.
KRITIK DAN SARAN
Kami sadar di dalam meringkas resume ini masih jauh dari kata sempurna kritik dan saran dari rekan semua sangat di harapkan demi kebaikan kedepan.
SUMBER REFERENSI
Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Doenges, Marylinn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Ketiga. EGC, Jakarta
Fakultas Kedokteran UI. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI,Jakarta
J. Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC : Jakarta
Irman, Somantri.1999. Asuhan Keperawatan pd Pasien dgn Gangguan Sistem Pernapasan.jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar