FOTO TAUFAN

FOTO TAUFAN
MAHASISWA STIKES MATARAM - BIMA

Selasa, 08 November 2011

                               MALARIA


A. Konsep dasar Penyakit Malaria

1.  Pengertian
Malaria adalah penyakit menular yang disebabkan oleh parasit
( protozoa ) dari genus plasmodium, yang dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles. Istilah malaria diambil dari dua kata dari bahasa Italia, yaitu Mal ( buruk ) dan Area ( udara ) atau udara buruk, karena dahulu banyak terdapat didaerah rawa – rawa yang mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga mempunyai beberapa nama lain seperti demam roma, demam rawa, demam tropic, demam pantai, demam charges, demam kura dan paludisme ( Arlan prabowo 2004: 2 )

Malaria adalah penyakit protozoa yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk anopheles ( N’ach, 2003 : 207 ).
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera, dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat yang disebabkan oleh protozoa dari genus plasmodium dan mudah dikenali gejala meriang ( panas dingin menggigil ) serta demam berkepanjangan
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya, malaria disebabkan oleh parasit malaria / protozoa genus plasmodium bentuk aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia yang ditularkan oleh nyamuk anopeles betina ditandai dengan demam, muka nampak pucat dan pembesaran organ tubuh manusia, ( WHO. 1981 ).
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia, Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk anopheles betina. ( Drs. Bambang Mursito, Apt.M.Si.2002 )
Malaria adalah penyakit yang terjadi bila eritrosit di inovasi oleh salah satu dari empat spesies parasit protozoa plasmodium ( Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Volume 2. 2002
).
2.  Penyebap

Malaria disebabkan oleh protozoa darah yang termasuk ke dalam genus Plasmodium. Plasmodium ini merupakan protozoa obligat intraseluler. Pada manusia terdapat 4 spesies yaitu Plasmodium vivax,Plasmodium falciparum, Plasmodium malariaedan Plasmodium ovale. Penularan pada manusia dilakukanoleh nyamuk betinaAnopheles ataupun ditularkan langsung melalui transfusi darah atau jarum suntik yangtercemar serta dari ibu hamil kepada janinnya.(6,7)Malaria vivax disebabkan oleh P. vivax yang juga disebut juga sebagai malaria tertiana. P. malariaemerupakan penyebab malaria malariae atau malaria kuartana. P. ovale merupakan penyebab malariaovale, sedangkan P. falciparum menyebabkan malaria falsiparum atau malaria tropika. Spesies terakhir inipaling berbahaya, karena malaria yang ditimbulkannya dapat menjadi berat sebab dalam waktu singkatdapat menyerang eritrosit dalam jumlah besar, sehingga menimbulkan berbagai komplikasi di dalamorgan-organ tubuh.
Selain itu Ada 4 jenis penyebab penyakit malaria yaitu sebagai berikut :
1.    Plasmodium palsifarum,yang menyebabkan malaria tropika yang dapat menimbulkan malaria otak dengan akibat penderita menjadi gila atau meninggal dunia bila tidak segera diobati,demam terjadi selam 24 jam.
2.     Plasmodium vivax, yang menyebabkan malaria tertiana,demam timbul teratur tiap 48 jam sekali,siang atau sore.
3.     Plasmodiu malriae,yang menyebabkan malria quartana,demam muncul setiap hari ke empat atau 72 jam sekali.
4.     Plasmodium ovale,yang menyebabkan malaria ovale.

3.  Tanda dan Gejala

Adapun tanda dan gejala yang muncul pada pasien malaria :
1. Dimulai dengan dingin dan sering sakit kepala. Penderita menggigil atau gemetar selama 15 menit sampai satu jam.
2. Dingin diikuti demam dengan suhu 40 derajat atau lebih. Penderita lemah, kulitnya kemerahan dan menggigau. Demam berakhir serelah beberapa jam.
3. Penderita mulai berkeringat dan suhunya menurun. Setelah serangan itu berakhir, penderita merasa lemah tetapi keadaannya tidak mengkhawatirkan
4. demam, menggigil berkala disertai sakit kepala
5.  pucat, tidak ada napsu makan,mual,muntah
6.  badan terasa lemah
7.  limfe membengkak
8.  pada penderita malaria berat :
a. diare
b. kejang – kejang
c. gangguan kesadaran sampai koma

4.  Patofisiologi

Malaria  akibat dari interaksi  kompleks antara parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi intravaskuler. Oeleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit maka akan terjadi anemia.
 
Beratnya anemi  tidak sebanding dengan parasitemia  menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah melalui  limpa sehingga parasit  keluar. Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya antibodi terhadap eritrosit. Limpa mengalami pembesaran dan pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang  tidak  terinfeksi. Pada malaria kronis  terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag. Pada malaria beratm mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang mengandung parasit mengalami  perubahan struktur danmbiomolekular sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi, sekuestrasi danrese   ttin gi Sitoadherensi merupakan  peristiwa  perlekatan eritrosit yang  telah terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagianendotelium venule dan kapiler. Selain itu eritrosit juga dapat melekat pada eritrosit yang tidak terinfeksisehingga terbentuk roset. Resetting adalah suatu fenomena perlekatan antara sebuah eritrosit yangmengandungm ero z o it matang yang diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehinggaberbentu seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinyaresett ing adalah golongan darahdimana terdapatnya antigen golongan darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaaneritrosit yang tidak terinfeksi.  Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut: :

1.       Penghancuran eritrosit Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung parasit tetapi juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria  ( black white fever ) dan dapat menyebabkan gagal ginjal.
2.     Mediator endotoksin-makrofagPada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit memicu makrofag yang sensitive  endotoksin untuk melepaskan  berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF) yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaran darah manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sndrom penyakit pernapasan pada orang dewasa.

5.  Komplikasi

1.    Malaria Serebral
Merupakan komplikasi paling berbahaya. Ditandai dengan penurunan kesadaran (apatis, disorientasi, somnolen, stupor, sopor, koma) yang dapat terjadi secara perlahan dalam  beberapa hari atau mendadak dalam  waktu hanya 1 2 jam,  sering   disertai kejang. Penilaian penurunan kesadaran ini dievaluasi berdasarkan GCS.
Diperberat karena gangguan metabolisme, seperti asidosis, hipoglikemi,  gangguan ini dapat terjadi karena beberapa proses patologis.
Diduga terjadi sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan karena eritrosit berparasit sulit melalui kapiler karena proses sitoadherensi dan sekuestrasi parasit. Tetapi pada penelitian Warrell, menyatakan bahwa tidak ada perubahan cerebral blood flow, cerebro vascular resistence, atau cerebral metabolic rate for oxygen pada pasien koma dibanding pasien yang telah pulih kesadarannya.
Kadar laktat pada cairan serebrospinal (CSS) meningkat pada malaria serebral yaitu >2.2 mmol/L (1.96 mg/dL) dan dapat dijadikan indikator prognostik: bila kadar laktat >6 mmol/L memiliki prognosa yang fatal.
Biasanya disertai ikterik, gagal ginjal, hipoglikemia, dan edema paru. Bila terdapat >3 komplikasi organ, maka prognosa kematian >75 %.

2.    Gagal Ginjal Akut (GGA)
Kelainan fungsi ginjal dapat terjadi prerenal karena dehidrasi (>50%), dan hanya ±5 10 % disebabkan oleh nekrosis tubulus akut. Gangguan fungsi ginjal ini oleh karena anoksia yang disebabkan penurunan aliran darah ke ginjal akibat dehidrasi dan sumbatan mikrovaskular akibat sekuestrasi, sitoadherendan rosseting.
Apabila berat jenis (BJ) urin <1.01 menunjukkan dugaan nekrosis tubulus akut; sedang urin yang pekat dengan BJ >1.05, rasio urin:darah > 4:1, natrium urin < 20 mmol/L menunjukkan dehidrasi
Secara klinis terjadi oligouria atau poliuria. Beberapa faktor risiko terjadinya  GGA ialah hiperparasitemia, hipotensi, ikterus, hemoglobinuria.
Dialisis merupakan pengobatan yang dapat menurunkan mortalitas. Seperti pada hiperbilirubinemia, anuria dapat berlangsung terus walaupun pemeriksaan parasit sudah negative

3.    Kelainan Hati (Malaria Biliosa)
Ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falsiparum, mungkin disebabkan karena sekuestrasi dan sitoadheren yang menyebabkan obstruksi mikrovaskular. Ikterik karena hemolitik sering terjadi. Ikterik yang berat karena P. falsiparum sering penderita dewasa hal ini karena hemolisis, kerusakan  hepatosit. Terdapat pula hepatomegali, hiperbilirubinemia, penurunan kadar serum albumin dan peningkatan ringan serum transaminase dan 5 nukleotidase. Ganggguan fungsi hati dapat menyebabkan hipoglikemia, asidosis laktat, gangguan metabolisme obat.

4.    Edema Paru sering disebut Insufisiensi Paru
Sering terjadi pada malaria dewasa. Dapat terjadi oleh karena hiperpermiabilitas kapiler dan atau kelebihan cairan dan mungkin juga karena peningkatan TNF α. Penyebab lain gangguan pernafasan (respiratory distress): 1) Kompensasi pernafasan dalam keadaan asidosis metabolic; 2) Efek langsung dari parasit atau peningkatan tekanan intrakranial pada pusat pernapasan di otak; 3) Infeksi sekunder pada paru paru; 4) Anemia berat; 5) Kelebihan dosis antikonvulsan (phenobarbital) menekan pusat pernafasan.

5.    Hipoglikemia
Hipoglikemi sering terjadi pada anak anak, wanita hamil, dan penderita dewasa dalam pengobatan quinine (setelah 3 jam infus kina). Hipoglikemi terjadi karena: 1) Cadangan glukosa kurang pada penderita starvasi atau malnutrisi; 2) Gangguan absorbsi glukosa karena berkurangnya aliran darah ke splanchnicus; 3) Meningkatnya metabolisme glukosa di jaringan; 4) Pemakaian glukosa oleh parasit; 5) Sitokin akan menggangu glukoneogenesis; 6) Hiperinsulinemia pada pengobatan quinine.
Metabolisme anaerob glukosa akan menyebabkan asidemia dan produksi laktat yang akan memperburuk prognosis malaria berat.

6.    Haemoglobinuria (Black Water Fever)
Merupakan suatu sindrom dengan gejala serangan akut, menggigil, demam, hemolisis intravascular, hemoglobinuria, dan gagal ginjal. Biasanya terjadi pada infeksi P. falciparum yang berulang-ulang pada orang non-imun atau dengan pengobatan kina yang tidak adekuat dan yang bukan disebabkan oleh karena defisiensi G6PD atau kekurangan G6PD yang biasanya karena pemberian primakuin.



7.    Malaria Algid
Terjadi gagal sirkulasi atau syok, tekanan sistolik <70 mmHg, disertai gambaran klinis keringat dingin, atau perbedaan temperatur kulit-mukosa >1 ˚C, kulit tidak elastis, pucat. Pernapasan dangkal, nadi cepat, tekanan darah turun, sering tekanan sistolik tak terukur dan nadi yang normal.
Syok umumnya terjadi karena dehidrasi dan biasanya bersamaan dengan sepsis. Pada kebanyakan kasus didapatkan tekanan darah normal rendah yang disebabkan karena vasodilatasi.

8.    Asidosis
Asidosis (bikarbonat <15meq) atau asidemia (PH <7.25), pada malaria menunjukkan prognosis buruk. Keadaan ini dapat disebabkan: 1) Perfusi jaringan yang buruk oleh karena hipovolemia yang akan menurunkan pengangkutan oksigen; 2) Produksi laktat oleh parasit; 3) Terbentuknya laktat karena aktifitas sitokin terutama TNF α, pada fase respon akut; 4) Aliran darah ke hati yang berkurang, sehingga mengganggu bersihan laktat; 5) Gangguan fungsi ginjal, sehingga terganggunya ekresi asam.
Asidosis metabolik dan gangguan metabolik: pernafasan kussmaul, peningkatan asam laktat, dan pH darah menurun (<7,25) dan penurunan bikarbonat (< 15meq).
Keadaan asidosis bisa disertai edema paru, syok gagal ginjal, hipoglikemia. Gangguan lain seperti hipokalsemia, hipofosfatemia, dan hipoalbuminemia.

9.    Manifestasi gangguan Gastro-Intestinal
Gejala gastrointestinal sering dijumpai pada malaria falsifarum berupa keluhan tak enak diperut, flatulensi, mual, muntah, kolik, diare atau konstipasi. Kadang lebih berat berupa billious remittent fever (gejala gastro-intestinal dengan hepatomegali), ikterik, dan gagal ginjal, malaria disentri, malaria kolera.

10. Hiponatremia
Terjadinya hiponatremia disebabkan karena kehilangan cairan dan garam melalui muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma abnormalitas hormon anti-diuretik (SAHAD).

11. Gangguan Perdarahan
Gangguan perdarahan oleh karena trombositopenia sangat jarang. Perdarahan lebih sering disebabkan oleh Diseminata Intravaskular Coagulasi (DIC).
Catatan
Sitoadherensi: perlekatan antara eritrosit berparasit (EP )stadium matur pada permukaan endotel vaskular.
Sekuestrasi: sitoadheren menyebabkan eritrosit berparasit tidak beredar kembali dalam vaskuler
Rosseting: berkelompoknya EP matur yang diselubungi ≥10 eritrosit yang non parasit sehingga terjadi obstruksi aliran darah local/dalam jaringan sehingga mempermudah terjadinya sitoadheren.

6.  Bahaya penyakit malaria


1. Rasa sakit yang ditimbulkan sangat menyiksa bagi si penderita
2. Tubuh yang sangat lemah, sehingga tidak dapat bekerja seperti biasa
3. Dapat menimbulkan kematian pada anak-anak dan bayi
Perkembangan otak bisa terganggu pada anak-anak dan bayi, sehingga menyebabkan kebodohan.

7.  Pencegahan

1. Hindari gigitan nyamuk
- tidur memakai kelambu
- menggunakan anti nyamuk bakar / semprot / lotion
- memasang kawat kasa pada lubang angin rumah dan jendela
2. Membunuh jentik nyamuk
- menimbun atau mengalirkan genangan air
- menjaga kebersihan lingkungan

Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal merupakan salah satu langkah yang penting untuk mencegah gigitan nyamuk yang aktif di malam hari ini. Keberhasilan langkah ini sangat ditentukan oleh kesadaran masyarakat setempat. Pencegahan tanpa obat, yaitu dengan menghindari gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan cara :

1. Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi dengan kelambu berinsektisida.
2. Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent).
3. Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun lainnya.
4. Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
5. Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
6. Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
7. Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
8. Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan serta genangan air.
9. Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada genangan air atau menebarkan ikan atau hewan (cyclops) pemakan jentik.
10. Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau sepanjang pantai.

Langkah lainnya adalah mengantisipasi dengan meminum obat satu bulan sebelum seseorang melakukan bepergian ke luar daerah tempat tinggalnya yang bebas malaria, sebaiknya mengkonsumsi obat antimalaria, misalnya klorokuin, karena obat ini efektif terhadap semua jenis parasit malaria. Aturan pemakaiannya adalah :
 Pendatang sementara ke daerah endemis, dosis klorokuin adalah 300 mg/minggu, 1 minggu sebelum berangkat selama berada di lokasi sampai 4 minggu setelah kembali.
Penduduk daerah endemis dan penduduk baru yang akan menetap tinggal, dosis klorokuin 300 mg/minggu. Obat hanya diminum selama 12 minggu (3 bulan).  Semua penderita demam di daerah endemis diberikan klorokuin dosis tunggal 600 mg jika daerah itu plasmodium falciparum sudah resisten terhadap klorokuin ditambahkan primakuin sebanyak tiga tablet.

8.  Pengobatan

Tujuan pengobatan malaria adalah menyembuhkan penderita, mencegah kematian, mengurangi kesakitan, mencegah komplikasi dan relaps, serta mengurangi kerugian sosial ekonomi (akibat malaria). Tentunya, obat yang ideal adalah yang memenuhi syarat:
- Membunuh semua stadium dan jenis parasit
- Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
- Toksisitas dan efek samping sedikit
- Mudah cara pemberiannya
- Harga murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Sayangnya, dalam pengobatan didapatkan hambatan operasional dan teknis. Hambatan operasioanal itu adalah:
- produksi obat, penggunaan obat-obatan dengan kualitas kurang baik, bahkan obat palsu.
- distribusi obat tidak sesuai dengan kebutuhan atas indikasi kasus di puskesmas.
- kualitas tenaga kesehatan, pemberian obat tidak sesuai dengan dosis trandar yang telah ditetapkan.
- kesadaran penderita, penderita tidak minum obat sesuai dengan dosis yang dianjurkan (misal, klorokuin untuk tiga hari, hanya diminum satu hari saja)

Sementara itu, hambatan teknisnya adalah gagal obat atau resistensi terhadap obat. Obat yang ideal yaitu:
-  Membunuh semua stadium dan jenis parasit
-  Menyembuhkan infeksi akut, kronis dan relaps
-  Toksisitas dan efek samping sedikit
-  Mudah cara pemberiannya
-  Harga murah dan terjangkau oleh semua lapisan masyarakat
Sedangkan hambatan operasional dalam pengobatan adalah:
-  produksi obat, penggunaan obat-obatan dengan kualitas kurang baik, bahkan obat palsu.
-  distribusi obat tidak sesuai dengan kebutuhan atas indikasi kasus di puskesmas.
-  kualitas tenaga kesehatan, pemberian obat tidak sesuai dengan dosis trandar yang telah ditetapkan.
-  kesadaran penderita, penderita tidak minum obat sesuai dengan dosis yang dianjurkan (misal klorokuin untuk 3 hari, hanya diminum 1 hari saja).
Ada beberapa jenis obat yang dikenal umum yang dapat digunakan dalam pengobatan penyakit malaria, antara lain :
1. Klorokuin
Kerja obat :
- sizon darah : sangat efektif terhadap semua jenis parasit malaria dengan menekan gejala klinis dan menyembuhkan secara klinis dan radikal; obat pilihan terhadap serangan akut, demam hilang dalam 24 jam dan parasitemia hilang dalam 48-72 jam; bila penyembuhan lambat dapat dicurigai terjadi resistensi (gagal obat); terhadap Plasmodium falciparum yang resisten klorokuin masih dapat mencegah kematian dan mengurangi penderitaan.
- gametosit : tidak evektif terhadap gamet dewasa tetapi masih efektif terhadap gamet muda.

Farmokodinamika :
- menghambat sintesa enzim parasit membentuk DNA dan RDA
- obat bersenyawa dengan DNA sehingga proses pembelahan dan pembentukan RNA terganggu.

Toksisitas :
- Dosis toksis: 1500 mg basa (dewasa)
- Dosis lethal: 2000 mg basa (dewasa) atau 1000 mg basa pada anak-anak atau lebih besar / sama dengan 30 mg basa/kg BB.

Efek samping :
- gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, diare terutama bila perut dalam keadaan kosong
- pandangan kabur
- sakit kepala, pusing (vertigo)
- gangguan pendengaran
Formulasi obat:
- Tablet (tidak berlapis gula): Klorokuin difosfat 150 mg basa setara dengan 250 mg berntuk garam dan Klorokuin sulfat 150 mg basa setara dengan 204 mg garam.
- Ampul: 1 ml berisi 100 ml basa klorokuin disulfat per ampul dan 2 ml berisi 200 ml basa klorokuin disulfat per ampul.

2. Primakuin
Kerja obat :
- sizon jaringan: sangat efektif terhadap p.falciparum dan p.vivax, terhadap p. malariae tidak diketahui.
- sizon darah: aktif terhadap p.falciparum dan p.vivax tetapi memerlukan dosis tinggi sehingga perlu hati-hati.
- gametosit: sangat efektif terhadap semua spesies parasit.
- hipnosoit: dapat memberikan kesembuhan radikal pada p.vivax dan p.ovale.

Farmakodinamika : Menghambat proses respirasi mitochondrial parasit (sifat oksidan) sehingga lebih berefek pada parasit stadium jaringan dan hipnosoit
Toksisitas :
- Dosis toksis 60-240 mg basa (dewasa) atau 1-4 mg/kgBB/hari
- Dosis lethal lebih besar 240 mg basa (dewasa) atau 4 mg/kg/BB/hari
Efek samping :
- Gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah, anoreksia, sakit perut terutama bila dalam keadaan kosong
- Kejang-kejang/gangguan kesadaran
- Gangguan sistem haemopoitik
- Pada penderita defisiensi G6 PD terjadi Hemolysis
Formulasi obat : Tablet tidak berlapis gula, 15 mg basa per tablet.


3. Kina
Kerja obat :
- sizon darah: sangat efektif terhadap penyembuhan secara klinis dan radikal
- Gametosit: tidak berefek terhadap semua gamet dewasa P. falciparum dan terhadap spesies lain cukup efektif.
Farmakodinamika : Terikat dengan DNA sehingga pembelahan RNA terganggu yang kemudian menghambat sintesa protein parasit.
Toksisitas :
- dosis toksis: 2-8 gr/hari (dewasa)
- dosis lethal: lebih besar dari 8 gr/hari (dewasa)
Efek samping : Chinchonisme Syndrom dengan keluhan antara lain pusing, sakit kepala, gangguan pendengaran –telinga berdenging (tinuitis dll), mual dan muntah, tremor dan penglihatan kabur.
Formulasi obat:
- Tablet (berlapis gula), 200 mg basa per tablet setara 220 mg bentuk garam.
- Injeksi: 1 ampul 2 cc kina HCl 25% berisi 500 mg basa (per 1 cc berisi 250 mg basa)


4. Sulfadoksin Pirimetamin (SP)
Kerja obat :
- sizon darah: sangat efektif terhadap semua p. falciparum dan kuang efektif terhadap parasit lain dan menyembuhkan secara radikal. Efeknya bisa lambat bila dipakai dosis tunggal sehingga harus dikombinasikan dengan obat lain (Pirimakuin)
- Gametosit: tidak efektif terhadap gametosit tetapi pirimetamin dapat mensterilkan gametosit
Farmakodinamika :
- primetamin, terikat dengan enzym Dihidrofolat reduktase sehingga sintesa asam folat terhambat sehingga pembelahan inti parasit terganggu
- SP menghambat PABA ekstraseluler membentuk asam folat merupakan bahan inti sel dan sitoplasma parasit
Toksisitas :
- sulfadoksin, dosis toksis 4-7gr/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar 7 gr/hari (dewasa)
- pirimetamin, dosis toksis 100-250 mg/hari (dewasa); dosis lethal lebih besar  250 mg/hari (dewasa)
Efek samping :
- gangguan gastro-intestinal seperti mual, muntah
- pandangan kabur
- sakit kepala, pusing (vertigo)
- haemolisis, anemia aplastik, trombositopenia pada penderita defisiensi G6PD
Kontra indikasi :
- idiosinkresi
- bayi kurang 1 tahun
- Defisiensi G6PD
Formulasi obat : 500 mg sulfadoksin ditambah 25 mg pirimetamin.

Jumat, 19 Agustus 2011

COR PULMONAL

                                                                           COR PULMONAL

                                                                         Di susun oleh : taufan
                                                                         N.P.M             : 09.01.1637

1. DEFINISI
      Cor Pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana terdapat hipertrofi dan atau dilatasi dari ventrikel kanan  sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang disebabkan oleh penyakit intrinsik dari parenkim paru, dinding thoraks maupun vaskuler paru.

2. ETIOLOGI
      Etiologi dtri CP secara garis besar dapat dibagi menjadi sebagai berikut:
    a. Penyakit Parenkim Paru, Penyakit Paru Obstruktif Menahun (merupakan penyebab tersering CP   kronis), Bronki Ektasis, Sistik Fibrosis, penyakit Paru Restriktif, Pneumokoniosis, Sarcoidosis.
    b. Kelainan Dinding Thoraks dan otot pernapasan, Kiposkoliosis, Amiotrofik Lateral Sclerosis, Miastenia Gravis.
    c. Sindroma Pickwikian dan Sleep Opnea.
   d. Penyakit Vaskuler Paru, Emboli paru berulang atau emboli paru pasif, emboli paru yang masih pasif merupakan penyebab tersering dari CP akut sedangkat emboli paru berulang dapat menyebabkan CP Kronis, Hipertensi Pulmonal primer, Anemia sel sabit, Schistosomiosis, Skleroderma.

3. MANIFESTASI UMUM
       Istilah ”cor pulmonale” menggambarkan hipertrofi ventrikel kanan yang akhirnya menyebabkan gagal jantung karena penyakit paru dan hipoksia yang menyertai. Gambaran klinisnya tergantung pada penyakit primernya juga pengaruhnya terhadap jantung.
Cor pulmanale terutama disebabkan oleh penyakit paru obstruksi kronis. Penyebab lainnya yang jarang adalah pneumokoniosis, fibrosis paru, kifoskoliosis, hipertensi pulmonal primer, emboli paru berulang baik subklinis maupun klinis, sindrom Pickwickian, schitosomiasis, dan infiltrasi kapiler paru obliteratif atau infiltrasi limfatik dari metastase karsinoma.
Gejala- gejala pokok penyakit paru- paru muncul, termasuk batuk- batuk dengan dahak, sesak nafas, bengek, pembesaran jantung, dan gagal jantung.

4. MANIFESTASI KLINIS
       Informasi yang didapat bisa berbeda-beda antarasatu penderita yang satu dengan yang lain tergantung pada penyakit dasar yang menyebabkan CP.
     a. CP akibat Emboli Paru : sesak tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang didapatkan batuk-batuk, dan hemoptisis.
     b. CP dengan PPOM : sesak napas disertai batuk yang produktif (banyak sputum).
     c. CP dengan Hipertensi Pulmonal primer : sesak napas dan sering pingsan jika beraktifitas (exertional syncope).
    d. CP dengan kelainan jantung kiri : sesak napas, ortopnea, paroxymal nocturnal dyspnea.
    e. CP dengan kelainan jantung kanan : bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah.
    f Gejala predominan cor pulmonale yang terkompensasi berkaitan dengan penyakit parunya, yaitu batuk produktif kronik, dispnea karena olahraga, wheezing respirasi, kelelahan dan kelemahan.
Jika penyakit paru sudah menimbulkan gagal jantung kanan, gejala - gejala ini lebih berat. Edema dependen dan nyeri kuadran kanan atas dapat juga muncul.
    a. Tanda- tanda cor pulmonale misalnya sianosis, clubbing, vena leher distensi, ventrikel kanan menonjol atau gallop ( atau keduanya), pulsasi sternum bawah atau epigastrium prominen, hati membesar dan nyeri tekan, dan edema dependen.
    b. Gejala- gejala tambahan ialah:
        - Sianosis
        - Kurang tanggap/ bingung
        - Mata menonjol
       Berdasarkan stadium :
       1. Stadium kompensata diagnosa agar sukar:
           - Batuk- batuk berdahak,
           - Sesak nafas waktu kerja,
           - Bunyi P2 mengeras (tanda tekanan sirkulasi kecil meninggi),
           - Pulsasi- pulsasi dio epigastrium (tanda hipertrofi ventrikel kanan)
      2. Stadium dekompensata:
          - TVJ meninggi,
          - Desah sistole SI5 kanan (insufisiensi tricuspidal relatif)
          - Hepar membesar
          - Edema
          - Asites

5. PATOFISIOLOGI
     a. Cor Pulmonal Acut
            Pada emboli paru yang pasif terjadi obstruksi akut yang luas pada pembuluh darah paru. Akibatnya    adalah :
        - Tahanan Vaskuler paru meningkat
        - Hipoksia akibat pertukaran gas di tengah kapiler – alveolar yang terganggu hipoksia tersebut akan menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah arteri paru.
Tahanan vaskuler paru yang meningkat dan vasokontriksi menyebabkan tekanan pembukuh darah arteri paru meningkat (hipertensi pulmonal).
Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu yang cukup bagi ventrikel kanan untuk berkompensasi, sehingga terjadilah kegagalan jantung kanan akut. Gagal jantung kanan mulai terjadi jika tekanan arteri pulmonalis meningkat tiba-tiba melebihi 40-45 mmHg. Gagal jantung kanan akut ditandai dengan sesak napas kebal yang terjadi secara tiba-tiba, curah jantung menurun (low output state) sampai syok, JVP meningkat, liver yang membengkak dan nyeri, dan bising insufisiensi trikuspidalis.
b. Cor Pulmonal Kronis
Seperti yang telah disebutkan, PPOM adalah penyebab tersering CP kronis (lebih dari 50% kasus). Pada penyakit paru kronis maka akan terjadi penurunan vaskuler bed paru, hipoksia, dan hiperkapnia/asidosis respiratorik. Hipoksia dapat mengakibatkan penyempitan pembuluh darah arteri paru, demikian asidosis respiratorik. Di samping itu hipoksia akan menimbulkan polisitemia sehingga viskositas darah akan meningkat. Viskositas darah yang meningkat ini pada akhirnya juga akan meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri paru akan meningkat. Jadi adanya penurunan vaskuler bed, hiposia, dan hiperkapnia akan meningkatkan tekanan darah (arteri pulmonal), hal ini disebut hipertensi pulmonal. Adanya hipertensi pulmonal menyebabkan beban tekanan pada ventrikel kanan, sehingga ventrikel kanan melakukan mekanisme kompensasi, berupa hipertrofi dan dilatasi. Jiks mekanisme kompensasi ini gagal maka terjadilah gagal jantung kanan.
6. KOMPLIKASI
     a. Emfisema
     b. Gagal jantung kanan
     c. Gagal jantung kiri
     d. Hipertensi pulmonal primer

7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
     a. PEMERIKSAAN EKG
       - Biasanya menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan dan abnormalitas atrium kanan. Sering pula didapatkan aritmia ventrikuler dan atau supra ventrikuler. Poor progression of R pada sandapan prekordial merupakan tanda yang seringkali disalahartikan sebagai infark miokard lama.
      - EKG menunjukkan deviasi aksis ke kanan dan gelombang P lancip. Gelombang S dalam tampak pada lead V6. deviasi aksis kekanan dan voltase rendah dapat tampak pada pasien dengan emfisema paru. Hipertrofi ventrikel kanan jarang kecuali pada ” hipertensi pulmonal primer”. EKG sering menunjukkan infark miokard. Gelombang Q dapat muncul pada lead II, III, dan aVF karena posisi ventrikel jantung., tetapi gelombang Q ini jarang dalam atau dangkal, seperti pada infark miokard. Aritmia supraventrikuler sering muncul tetapi non spesifik.
      - Adanya hipertfofi atrium, ventrikel kanan atau kedua- duanya.

    b. PEMERIKSAAN FOTO THORAKS
        Tanda yang serimg didapatkan adalah :
        1. kelainan pada parenkim paru, pleura maupun dinding thorak tergantung penyakit dasarnya.
        2. Pelebaran trunkus pulmonalis pada daerah hilus disertai penurunan gambaran vaskuler paru drastis di daerah perifer, sehingga menimbulkan gambaran pohon gundul (pruned tree).
       3. Pembesaran ventrikel kanan.
       4. Pelebaran Vena Cava Superior.
       5. Jika ada emphysema maka diafragma agak rendah, conus pulmonalis melebar

    c. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
      1. Pada penderita CP pemeriksaan fungsi paru menunjukkan kelainan restriktif atau obstruksi berat (atau gabungan keduanya). Pemeriksaan AGD dapat menunjukkan adanya hipoksia dan atau hiperkapnia/asidosis respiratorik. Pada beberapa penderita CP AGDnya normal pada saat istirahat, tetapi pada saat istirahat, tetapi pada saat beraktifitas pemeriksaan AGDnya menunjukkan adanya hipoksiaberat disertai hiperkapnia, hal ini membuktikan bahwa etiologi sesak napasnya adalah kelainan paru.
     2. Pada penderita CP dengan hipoksia yang bermakna (saturasi oksigen arterial 90%) seringkali menderita polisitemia.
     3. Polisitemia (hemoglobin dan eritrosit meninggi) akibat PPOM (Penyakit Paru Obstruksi Menahun). Saturasi oksigen kurang dari 85%; PCO2 dapat meningkat atau normal.
4. Faal paru menurun, yaitu:
- F.V.C. berkurang (N = 5,80 L)
- F. E. V1 berkurang (N = 4,32 L)
5. Analisa gas darah:
- PO2 kurang dari 6o mmHg
- PCO2 lebih besar dari 49 mmHg
- pH darah rendah
- Waktu sirkulasi stadium dekompensata akan memanjang

d. PEMERIKSAAN EKOKARDIOGRAFI
Pemeriksaan ini sangat menunjang diagnosis CP. Tetapi pada penderita CP dengan PPOM sebagai penyakit dasarnya, seringkali sulit untuk mendapatkan gambar ekokardiografi tampak adanya pembesaran (dilatasi) ventrikel kanan, tanpa adanya kelainan
struktur pada jantung kiri. Pada pemeriksaan M mode, katup pulmonal menunjukkan tanda hipertensi pulmonal. Pemeriksaan ekokardiografi dengan Doopler dan atau dengan Color Mapping dapat ditunjukkan adanya regurgitasi trikuspidalis dan katup pulmonal.

e. RONTGEN DADA
Radiografi dada menyingkirkan ada tidaknya penyakit parenkim paru dan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang menonjol atau membesar.

f. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Tes fungsi paru biasanya dapat mengkonfirmasi penyakit paru yang mendasari. Ekokardiogram diharapkan menunjukkan ukuran dan fungsi ventrikel kiri normal tetapi ventrikel kanan dilatasi. Scan paru perfusi jarang memberikan manfaat, jika negatif dapat untuk menyingkirkan emboli paru, suatu penyebab cor pulmonale yang cukup sering. Angiografi pulmoner merupakan metode diagnosis yang paling spesifik untuk adanya emboli paru, tetapiu cara ini meningkatkan risiko jika dilakukan pada pasien dengan hipertensi pulmonal.

8. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Terapi ditujukan pada proses- proses paru yang menyebabkan gagal jantung kanan. Pemberian oksigen, pembatasan garam dan cairan, dan diuretik tetap dilakukan; digitalis tidak diperlukan untuk gagal jantung kanan kecuali jika ada fibrilasi atrial.
b. Istirahat
c. Atasi infeksi saluran nafas
d. Memperbaiki ventilasi
e. Bronkodilator
f. Aspirasi sekret bronkus
g. O2 (1- 3 1/m)
h. Jika dekompensasi diberikan; digitalis, diuretik, dan diet yang rendah garam. Pemberian digitalis harus berhti- hati, karena dalam keadaan hipoksia, dan kalium yang rendah mudah terjadi, sehingga mudah terjadi asidosis respiratorik dan alkalosis metabolik, dan bahaya intoksikasi lebih besar.
i. Antibiotik sering diberikan, dan dalam keadaan terpaksa juga diberikan oksigen dengan alat pernafasan khusus supaya oksigen cukup didalam darah


                                            KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian

1. Data Fokus
- Klien mengeluh demam
- Klien mengeluh lemah
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
- Penurunan berat badan
- Klien mengeluh berkeringat pada malam hari
- Klien mengungkapkan nyeri dada saat batuk
- Peningkatan suhu tubuh
- Klien mengatakan batuk yang menetap
- Klien mengungkapkan kadang batuk disertai darah
- Batuk dengan menghasilkan sputum mukoid dan mukopurulen.
- Klien mengeluh sesak
- Hemoptisis
- Terdapat bakteri M. Tuberculosis pada pemeriksaan sputum.
- Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan yang abnormal
- Takikardi
- Terdengar bunyi napas Ronchi saat auskultasi

2. Klasifikasi Data
Data Subyektif Data Obyektif
- Klien mengeluh demam
- Klien mengeluh lemah
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
- Klien mengeluh berkeringat pada malam hari
- Klien mengungkapkan nyeri dada saat batuk
- Klien mengeluh sesak
- Klien mengungkapkan kadang batuk disertai darah
- Klien mengatakan batuk yang menetap - Hemoptisis
- Terdapat bakteri M. Tuberculosis pada pemeriksaan sputum.
- Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan yang abnormal
- Takikardi
- Penurunan berat badan
- Peningkatan suhu tubuh
- Batuk dgn menghasilkan sputum mukoid & mukopurulen.
- Terdengar bunyi napas Ronchi saat auskultasi

3. Analisa Data
No Simptom Etiologi Problem
1 DS :
- Klien mengungkapkan nyeri dada saat batuk
- Klien mengeluh sesak
- Klien mengatakan batuk yang menetap
- Klien mengungkapkan kadang batuk disertai darah
DO :
- Terdapat bakteri M. Tuberculosis pada pemeriksaan sputum.
- Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan yang abnormal
- Batuk dengan menghasilkan sputum mukoid dan mukopurulen.
- Hemoptisis
- Terdengar bunyi napas Ronchi saat auskultasi Penyebaran reaksi paru ke Bronkus&trakea
Produksi mukus meningkat

Penumpukan sekresi mukus pada jalan napas

Bersihan jalan napas tidak efektif Bersihan jalan napas tidak efektif
2. DS : -
DO : - Batuk
Ketidak patuhan trhdp teknik pencegahan penyebaran infeksi
Pemaparan trhdp lingkungan sekitar
Resiko tinggi penyebaran infeksi Resiko tinggi penyebaran infeksi
3. DS :
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
- Klien mengeluh lemah
DO :
- Penurunan brt badan Penumpukan sekresi mukus
Nafsu makan berkurang
Intake nutrisi inadekuat
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Nutrisi kurang dri kebtuhan tubuh
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan Jalan napas tak efektif, berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan napas yang ditandai dengan :
DS :
- Klien mengungkapkan nyeri dada saat batuk
- Klien mengeluh sesak
- Klien mengatakan batuk yang menetap
- Klien mengungkapkan kadang batuk disertai darah
DO :
- Terdapat bakteri M. Tuberculosis pada pemeriksaan sputum.
- Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan yang abnormal
- Batuk dengan menghasilkan sputum mukoid dan mukopurulen.
- Hemoptisis
- Terdengar bunyi napas Ronchi saat auskultasi
2. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan ketidak patuhan terhadap teknik pencegahan penyebaran infeksi..
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan berkurang, yang ditandai dengan :
DS :
- Klien mengatakan kurang nafsu makan
- Klien mengeluh lemah
DO :
- Penurunan berat badan
C. Intervensi Keperawatan
1. Bersihan Jalan napas tak efektif, berhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan napas.
Tujuan:
Klien dapat menunjukan perilaku memperbaiki/mempertahankan bersihan jalan napas efektif, dengan kriteria :
- Dyspnea berkurang/hilang
- Frekuensi, irama, kedalaman pernapasan normal
- Bunyi napas normal
Intervensi :
a. Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas, kecepatan, irama, dan kedalaman pernapasan.
Rasional:
Sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya
b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan sekret. Catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional:
Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal, memerlukan intervensi lebih lanjut.
c. Ajarkan pasien napas dalam dan batuk efektif.
Rasional:
Ventilasi maksimal membuka are atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar untuk dikeluarkan.
d. Lakukan penghisapan lendir.
Rasional:
Penghisapan diperlukan jika pasien tidak mampu mengeluarkan sekret sendiri.
e. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari
Rasional:
Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan sekret, memudahkan mengeluarkan sekret.
f. Beri obat-obatan (Agen mukolitik, bronkhodilator) sesuai indikasi.
Rasional:
Agen mukolitik menurunkan kekentalan sekret dan bronkhodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkial.
2. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan ketidakpatuahan terhadap teknik pencegahan penyebaran infeksi
Tujuan :
Klien mampu mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi, dengan kriteria :
- Klien mempraktekkan teknik mencegah/mengurangi resiko penyebaran infeksi dalam melakukan ADLnya.
- Penyebaran infeksi pada orang terdekat tidak terjadi
Intervensi :
a. Kaji dan jelaskan pada pasien tentang patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi melalui droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa, menyanyi.
Rasional:
Membantu pasien menyadari/menerima perlunya mematuhi program/teknik pencegahan penyebaran infeksi.
b. Anjurkan pasien untuk menggunakan tisu saat batuk/bersin, membuang tisu sekali pakai, menghindari meludah dan mencuci tangan dengan baik.
Rasional:
Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.
c. Tekankan pentingnya mematuhi program pengobatan.
Rasional :
Periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
d. Berikan agen anti infeksi sesuai indikasi.
Rasional:
Membantu mencegah/mengurangi resiko penyebaran infeksi.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan berkurang
Tujuan :
Klien menunjukan pemasukan nutrisi yang adekuat, dengan kriteria :
- Nafsu makan bertambah
- Berat badan normal
Intervensi :
a. Catat status nutrisi pasien dan berat badan pasien.
Rasional:
Sebagai data dasar untuk menentukan intervensi selanjutnya.
b. Pastikan pola diet biasa pasien, yang disukai/tak disukai.
Rasional:
Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan nutrisi pasien. Pertimbangan keinginan individu dapat meningkatkan masukan diet.
c. Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Rasional:
Menurunkan rasa tak enak karena sisa sputum atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang muntah.
d. Anjurkan pasien makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional:
Memaksimalkan masuakn nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/kebutuhan energi dari makan makanan yang banyak dan menurunkan iritasi gaster.
e. Kolaborasi dengan gizi tentang program pelaksanaan diet.
Rasional:
Membantu dalam menentukan program diet pasien.

                                                          KESIMPULAN
Cor Pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana terdapat hipertrofi dan atau dilatasi dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang disebabkan oleh penyakit intrinsik dari parenkim paru, dinding thoraks maupun vaskuler paru.

                                                     KRITIK DAN SARAN
Kami sadar di dalam meringkas resume ini masih jauh dari kata sempurna kritik dan saran dari rekan semua sangat di harapkan demi kebaikan kedepan.  



                                                      SUMBER REFERENSI

Brunner and Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. EGC. Jakarta
Doenges, Marylinn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Ketiga. EGC, Jakarta
Fakultas Kedokteran UI. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI,Jakarta
J. Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. EGC : Jakarta
Irman, Somantri.1999. Asuhan Keperawatan pd Pasien dgn Gangguan Sistem Pernapasan.jakarta.